Life is adventure. from Allah to Allah

Bismillahirrahmanirrahim..
tumblr_lmc4nk6O3b1qkwmgko1_1280_large
Ummu Sulaim Ra. adalah seorang wanita dari kaum Anshor. Beliau termasuk generasi awal yang menerima dakwah Islam. Ketika memeluk Islam, beliau bersuamikan Malik bin Nadzar yang masih musyrik, pintu hatinya tertutup dari hidayah sehingga kondisi tersebut menyebabkan keduanya bercerai. Ini adalah cobaan pertama atas kekuatan ’cinta’ Ummu Sulaim Ra terhadap agama barunya. Cintanya kepada Alloh swt dan Rasul-Nya Ia anggap jauh lebih berharga daripada cintanya kepada Suaminya, walaupun sang suami adalah belahan jiwa, dan ayah bagi putra Tunggalnya. Akhirnya Malik pun pergi meninggalkan sang istri -Ummu Sulaim Ra- dan juga kota Madinah.
Sikap Malik ini mengingatkan kita pada Hadits Rasul Saw, ”Sesungguhnya Madinah itu ibarat Tungku pandai besi, ia akan mengeluarkan orang-orang buruk yang ada didalamnya sebagaimana tungku menghilangkan karat pada besi.” Tentu kejadian ini membuat Ummu Sulaim Ra teramat sedih, tetapi disisi lain justru peristiwa ini menjadikan Ummu Sulaim Ra semakin kokoh melangkah di jalan Alloh Swt.
Ia kemudian berkata lagi, “Aku tidak akan menikah sampai Anas dewasa.” Kebaikan Ummu Sulaim diungkapkan Anas bin Maalik pada sebuah majelis, “Semoga Allah membalas jasa baik ibuku yang telah berbuat baik padaku dan telah menjagaku dengan baik.” Ummu Sulain menyerahkan si jantung hatinya, Anas, sebagai pelayan di sisi seorang pengajar manusia dengan segala kebaikan, yakni Rasulullah SAW.

Lalu Rasulullah menyambutnya hingga sejuklah kedua mata Ummu Sulaim. Hari terus berganti. Orang-orang pun memperbincangkan Anas bin Malik dan ibunya dengan penuh kekaguman dan penghormatan. Kemuliaan dan kebaikan Ummu Sulaim terdengar di telinga Abu Thalhah, seorang hartawan di zaman itu.
Dengan penuh cinta dan kekaguman sehingga ia berusaha untuk meminang Ummu Sulaim. Abu Thalhah pun melamar Ummu Sulaim dengan mahar yang mahal sekali. Namun, lamaran itu ditolak Ummu Sulaim. “Tidak sepantasnya aku menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Thalhah, bahwa sesembahan kalian itu diukir oleh seorang hamba dari keluarga si Fulan. Sesungguhnya bila kalian menyalakan api padanya pastilah api itu akan membakarnya.”

Bismillahirrahmanirrahim..
Menundukan pandangan bukanlah perkara yang mudah, dimana pada zaman ini di era globalisasi perkembangan IPTEK yang tlah berkembang pesat. Diantaranya melalui tayangan televisi, kemudahan berkomunikasi, beberapa sosial media, dan yang lainnya yang mungkin bisa menjadi pintu syaitan bagi kita untuk melakukan maksiat.
9c1e1-lowering2bgaze

Pandangan juga merupakan pemandu dan utusan syahwat. Oleh karena itu, menjaga pandangan merupakan pondasi dari memelihara kemaluan. Barangsiapa yang mengumbar pandangannya berarti dia telah menggiring dirinya ke tempat-tempat kebinasaan.Sesuai dengan firman Allah:
Ibnul Qoyyim berkata, “Kebanyakannya maksiat itu masuk kepada seorang hamba melalui empat pintu, yang keempat pintu tersebut adalah kilasan pandangan, betikan di benak hati, ucapan, dan tindakan. Maka hendaknya seorang hamba menjadi penjaga gerbang pintu bagi dirinya sendiri pada keempat gerbang pintu tersebut, dan hendaknya ia berusaha terus berjaga ditempat-tempat yang rawan ditembus oleh musuh-musuh yang akibatnya merekapun merajalela (berbuat kerusakan) di kampung-kampung kemudian memporak-porandakan dan meruntuhkan semua bangunan yang tinggi. Adapun pndangan maka dia adalah pembimbing (penunjuk jalan) bagi syahwat dan utusan syahwat. Menjaga pandangan merupakan dasar untuk menjaga kemaluan, barangsiapa yang mengumbar pandangannya maka dia telah mengantarkan dirinya terjebak dalam tempat-tempat kebinasaan. Pandangan merupakan sumber munculnya kebanyakan malapetaka yang menimpa manusia, karena pandangan melahirkan betikan hati kemudian berlanjut betikan di benak hati menimbulkan pemikiran (perenungan/lamunan) lalu pemikiran menimbulkan syahwat kemudian syahwat melahirkan keinginan kemudian menguat kehendak tersebut hingga menjadi ‘azam/tekad (keinginan yang sangat kuat) lalu timbullah tindakan –dan pasti terjadi tindakan tersebut- yang tidak sesuatupun yang mampu mencegahnya. Oleh karena itu dikatakan “kesabaran untuk menundukan pandangan lebih mudah daripada kesabaran menahan kepedihan yang akan timbul kelak akibat tidak menjaga pamdangan”