Kamu itu perempuan, kok ya mau ambil data di instalasi ini?
katanya, barangkali ia menangkap sosokku yang sesekali mencuri-curi waktu untuk sekedar duduk.
Kali ini aku hanya bisa tersenyum.
Capek kan? Kamu sih nekat, perempuan ambil data di instalasi ini. kok nggak mau di tempat lain aja yang adem, di sini kan panas. Memangnya kenapa mau ambil data PKL disini mbak?
Tambahnya lagi, barangkali ia pun melihat peluh di dahiku.
"Saya telah mengunjungi seluruh laboratorium dan instalasi di sini Pak. Sebelum saya memutuskan hal ini saya telah istikharah dulu ke Allah dan ternyata Insya Allah saya yakin dengan pilihan saya di Instalasi Meter Air ini" ujarku.

Sebenarnya, bukan cuman pembimbingku saja yang khawatir kalau aku tidak kuat untuk mengambil konsentrasi meter air, aku pun juga. Hampir tiap hari, saya harus berdiri dari pagi sampai sore untuk belajar melakukan pengujian meter air. Sepanjang hari udah belajar, saya masih saja kesusahan untuk menghidupkan pompa dan memasang meter air. Ya Rabbi! 

Berpikiran untuk mau pindah ke konsentrasi lain hampir sepanjang waktu terlintas. Mengingat betapa susahnya buat menghidupkan pompa dan mengatur alirannya, ternyata teori dasarnya susah, ternyata membaca penunjukkannya pun juga susah, mengingat betapa panasnya instalasi, dan cuman saya yang perempuan, hal-hal tersebut sudah masuk ke dalam daftar alasan mengapa saya harus pindah konsentrasi. Namun, hal itu kuurungkan, sebab begitu doang masa nggak kuat rum? Hei, semuanya punya tingkat kesusahan masing-masing! kuatlah! pecutanku kala itu.

Niat untuk pindah konsentrasi yang telah terkubur pun tiba-tiba bangkit, setelah saya menyadari cuman saya yang belum mengambil data PKL diantara teman-teman yang lain, dan 2 minggu lagi masa praktik kerja lapangan saya berakhir. Saya bingung sudah pasti, teman-teman yang lain sudah mengambil data dan sudah diolah. Lah, saya boro-boro diolah, ambil data aja belum! sudah 3 kali saya gagal dalam mengambil data. Pertama karena saya salah menentukan aliran, kedua karena ada gangguan pipa bocor sehingga data yang diperoleh tidak bagus, dan yang ketiga karena bingung dengan menggunakan sayarat teknis baru atau lama (nb: syarat teknis sebagai acuan dalam melakukan pengujian tera meter air). Dan saya makin terkejut lagi, mendengar kabar bahwa pembimbing saya akan melakukan dinas ke luar kota. Allah, kalau begitu saya kapan ambil datanya?

Saya kalut, saya bingung harus bertindak apalagi, saya hampir menyerah. Kalaupun ingin pindah konsentrasi, pindah ke mana? ditengah keputusasaan saya, saya kembali menemui Allah. segala gundah gulana dan keluh kesah ku hamparkan dalam setiap jengkal sajadah. 
"Allah, kala itu aku pernah meminta petunjuk-Mu tentang konsentrasi apa yang harus ku pilih untuk topik PKL saya sekaligus untuk penelitian Tugas Akhir, dan pilihan itu jatuh pada meter air. Ya Allah, hingga detik ini aku belum sama sekali mendapatkan data padahal sebentar lagi pkl akan berakhir. Ya Rabb, aku bingung harus berbuat apa. jika memang meter air adalah pilihan yang tepat untukku, Maka mudahkan segala urusannya Ya Allah"

Aku hafal betul, kala itu 23 Agustus 2017 seminggu sebelum pklku berakhir. Ya, tanggal itu merupakan tanggal aku melakukan pengambilan data! Aku dapat mengambil data karena pembimbingku menghubungi pihak ketua instalasi untuk meminjamkan test bench untuk aku melakukan pengambilan data. Masya Allah Alhamdulillah. Dan yang tak kalah membuatku bersyukur adalah padahal aku yang meminjam alatnya, eh tapi pihak instalasi malah mentraktirku makan siang.  Ya Allah Alhamdulillah makan gratis *eh  hehe!

Kini saya tersadar, setelah hari berganti, dan waktu semakin bergulir. ternyata rencana Allah itu hebat yah. waktu itu saya yang tidak bersabar, dan merasa sedih karena tidak sesuai dengan rencana saya, saya yang  seringkali mengumpat ungkapan kekecewaan dan keluhan yang meluncur dari lisan, beranggapan kenapa hanya saya saja yang mengalami hal ini sedangkan teman-teman yang lain tidak?Allah maafkan!. Padahal, tanpa saya sadari ada terselip makna dan hikmah mengapa Allah menunda saya untuk melakukan pengambilan data? Allah menginginkan saya untuk belajar lagi, sehingga saya dinobatkan menjadi presentasi terbaik waktu PKL di sana. karena saya belajar lebih lama lagi, saya malah menemukan topik penelitian untuk tugas akhir saya. Belum tentu saya mendapat hal itu jika pengambilan data saya tidak ditunda. Allah Engkau Sungguh Maha Baik Sekali!

Barangkali sesuatu ditunda karena hendak disempurnakan; dibatalkan karena hendak diganti yang utama; ditolak karena dinanti yang lebih baik - Salim A. Fillah

Begitu banyak hal yang terjadi dalam hidup, misalnya hal yang menimpa kita adalah hal yang menyakitkan dan yang tidak kita sukai, tidak sesuai dengan yang diharapkan, usaha dan ikhtiar pun telah kita maksimalkan tapi apa daya hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang direncanakan. Kecewa, sedih? ah sudah pasti. Tapi sadarlah bahwa Allah lebih mengetahui skenario yang terbaik bagi hamba-Nya. Yang skenario itu mungkin tidak akan bisa dijangkau oleh akal pikiran kita, dan baru tersadar ketika hari telah berganti, waktu telah berlalu, ternyata hal yang terjadi pada kita mengandung berbagai hikmah yang luar biasa, dan ternyata kita baru sadar bahwa itulah yang terbaik untuk kita.

Bukankah Allah lebih mengetahui dibanding kita?

“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)

Jadi, tetap berbaik sangka kepada Allah ya!


Arum Melati Suci, 
-yang baru kelar sidang tugas akhir (iya topiknya meter air juga hehe)

link gambar

"Pakai Jilbabnya yang biasa aja deh rum!"

"Yang biasa aja pakai jilbabnya, jangan selebar bendera" tambahnya lagi

Aku hanya mengulum senyum mendengarnya, bukan apa-apa pasti pernyataan tersebut akan terlontar ketika biasanya mereka mendapatiku dengan celana skinny jeans dan jilbab paris andalan, kini berganti dengan pakaian longgar dan jilbab yang mereka bilang selebar bendera. Yah, jangankan teman-teman bahkan orangtuaku pun sempat menanyakan hal serupa "Kok sekarang udah nggak pernah pake celana jeans, pakainya rok terus emang kenapa?" dengan hati-hati aku menjawab "Bu, Arum udah nggak mau pakai pakaian ketat lagi, malu bu membentuk tubuh soalnya" ujarku yang disambut dengan Oh-an Ibu. 

Perjalananku dalam berjilbab dimulai ketika aku lulus dari bangku menengah pertama. Kala itu aku masih memakai jilbab tipis dan makainya masih buka-tutup seperti tudung saji. di sekolah pakai, di rumah kalau ke warung karena merasa jaraknya dekat dibuka. pas ke rumah teman pakai tapi pas main depan rumah dibuka. yah begitulah seterusnya hingga aku duduk di tingkat akhir menengah atas, tepatnya tahun 2015. Waktu itu media twitter lagi hits-hitsnya, aku memfollow sejumlah akun dakwah, berharap penyegaran timeline twitterku agar tidak melulu isinya tentang segala kegalauan remaja semua hehe. Tak sengaja akupun membaca sekilas tentang kewajiban menutup aurat dari beberapa akun twitter tersebut. Menyimaknya membuat batinku tergugah, bertanya pada diri sendiri kamu selama ini mengenakan pakaian untuk menyenangkan Allah apa manusia rum? 

Setelah mengalami pergulatan batin, keinginanku untuk segera mengenakan pakaian syar'i ini semakin besar takkala aku membaca buku Yuk Berhijab! karya Felix Siauw. pelan-pelan aku mencoba untuk berpakaian syar'i di sekolah. jilbab paris yang tipis ku dobel supaya tidak menerawang dan kuulurkan. Pertama kali memakainya? nyaman sungguh. cuma niatku seringkali  tergoyahkan, sebab perkataan orang lain yang menganggap bahwa aku terlihat seperti ibu-ibu pengajian jika memakainya, tidak modislah dan tidak terlihat muda. dan jadilah keesokkan harinya tidak memakai jilbab syar'i lagi.

Setelah lulus dari bangku menengah atas dan memasuki dunia perkuliahan. aku merasa jengah, niat baik untuk berhijrah seharusnya disegerakan. kalau kebanyakan diundur malah jadinya nggak terlaksana. walhasil dengan segala pakaian apa adanya saya memulai perjalanan hijrahku. waktu itu boro-boro punya jilbab tebal dan lebar semuanya jilbab yang dipunya pendek dan menerawang. rok cuma punya 3 buah sisanya celana skinny jeans semua. aku hanya mengandalkan 3 buah rok untuk kuliah dengan jurus ringgo (kering dienggo, maksudnya setelah dicuci dan kering langsung dipakai wkwk). Pun aku harus menyisakkan uang untuk membeli pakaian syar'i. capek soalnya harus mendobelkan jilbab paris agar presisi. wkwkwk. 

Setelan pakaian longgar, dan jilbab syar'i akhirnya berhasil terbeli seiring berjalannya waktu. pelan-pelan aku berubah, yang tadinya biasa aja kalau lengan baju tersingkap jadinya risih dan pelan-pelan memakai manset tangan, yang tadinya rada-rada was-was gimana gitu pakai rok saat praktikum jadi biasa aja. sekalipun praktikum di kali code, di PLTH dll, Alhamdulillah masih bisa mengenakan jilbab syar'i (Nb: Tipsnya jangan lupa pakai celana dobelan aja!) Insya Allah aman. Semuanya aku jalankan dengan pelan-pelan. dan tentunya tidak terlepas dari segala cobaan dan godaan. Jelaslah pasti ada, yang namanya Istiqomah itu memang berat, kalau ringan mah namanya istirahat.

Segala perkataan orang lain, tatapan-tatapan mereka yang melihat dari ujung kepala sampai kaki dengan ekspresi tak terdefinisikan seringkali diterima. yang dibilang kayak ibu-ibulah, mirip ibu-ibu pengajian, nggak modis, masih muda seharusnya pakaian yang biasa aja. Yah begitulah. sekarang sih udah biasa aja nggak kaya dulu. Lah, memang nantinya saya ini bakalan jadi Ibu kan? Masa mau mengelak. kalau dibilang anak pengajian banget sih, ini sih Ya Allah saya Aamiin-kan banget. Padahal mah duh masih jauh bangettttt!

Kedua orangtua yang sempat mempertanyakan perubahanku sekarang jadi mendukung, Ibu tidak pernah lagi membelikan celana jeans, baju-baju yang ketat dan jilbab tipis. Sekarang ia malah seringkali membelikan rok, jilbab lebar, juga gamis. Masya Allah Alhamdulillah sekali. Sejak kurang lebih 3 tahun aku berproses untuk berhijrah, rasanya nyaman pake banget mengenakan jilbab syar'i. Sebab, aku merasa aman. nggak ada lagi tuh laki-laki yang asal senggol, atau tiba-tiba duduk mepet kalau di ruang kelas. aman pada jaga jarak!. pun kalau di jalan Alhamdulillah udah jarang laki-laki iseng yang godain. Aduh, pokoknya nyaman pake banget lah! bonus lagi kalau sholat nggak usah pakai mukena nggak masalah. asal pakaian kita dan kaos kaki suci saja bisa langsung sholat. enakkan?

Ketahuilah, bahwa berhijab bukan pernyataan "aku telah baik". tapi hijab adalah pernyataan sederhana bahwa "aku ingin taat" - Humairoh.com
Dengan diri ini berhijab bukan berarti aku sudah baik dan tanpa dosa, tapi berhijab merupakan upayaku untuk terus menjadikan diri ini baik dan taat kepada Allah. Salah satunya adalah menjalankan kewajiban saya sebagai muslimah, yakni berhijab. Maka, jika suatu hari kalian menjumpaiku sedang lalai dan khilaf, tolong tegur dan ingatkan diri ini ya. Tolong, bantu diri ini untuk terus berproses memperbaiki diri..

Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (Qs An Nuur: 31)

Teruntuk Saudariku....
coba tanyakan lagi pada hatimu. tujuanmu dalam mengenakan pakaian untuk siapa? untuk menyenangkan Allah, atau menyenangkan manusia? Masihkah kita selalu memikirkan dan terpengaruh pada pendapat orang lain, bukankah pendapat manusia hanya relatif semata? si A bilang perempuan cantik bekulit putih, si B bilang yang rambutnya lurus, si C bilang yang langsing bak model. Jika mengikuti pendapat manusia kapan bisa tenang dan beristirahat? kapan selesainya? Kenapa tidak mengikuti pandangan Allah yang pasti, abadi dan merupakan kebenaran sejati?.

Saudariku....
Jangan ya, jangan kau umbar kecantikanmu untuk lelaki yang bukan mahrammu, yang bebas dipandang dan dipegang siapa-siapa. Sebab dirimu teramat berharga, saudariku. Jadilah sebaik-baik perhiasan bukan menjadi seburuk-buruknya fitnah yah shalihah...

Jadi, Yuk berhijab syar'i tanpa tapi tanpa nanti!!

*Sepenggal tulisan ini sesungguhnya hanya sebagai pengingat untuk diriku sendiri, jadi ambil yang baiknya buang yang jeleknya ya! semoga bermanfaat!

Doakan diri ini Istiqomah ya!


Arum Melati Suci
Jangan andalkan orang lain terlalu banyak dalam hidup. Karena bahkan bayanganmu sendiri meninggalkanmu dalam gelap -Ibnu Taimiyah Rahimahullah

 Ada perasaan sesak ketika membaca nasehat dari Ibnu Taimiyah. Memang, seringkali pada masa terpuruk, orang-orang yang selalu didekat kita pergi meninggalkan kita satu persatu. Ada masanya dimana orang-orang yang seringkali membersamai hilang karena satu atau lain hal. Dan kita akan sangat mengerti, siapa diantara ramai manusia yang tetap tinggal dan menetap dalam hidup sesedih apapun hidup kita.

Maka tentunya kau juga akan mengerti, bahwasanya manusia akan tetap pergi. bahkan bayangan sendiripun yang dekat akan diri pada akhirnya akan pergi jua. lantas, siapa yang akan kita jadikan tumpuan dan tempat bergantung harapan? bahkan bayanganmu sendiri saja meninggalkanmu saat gelap. Maka benarlah, cukup Allah saja, yang takkan pernah meninggalkan.

Kita seringkali menggantungkan harap kepada manusia. dan jika patah, tentulah merasa sakit. Jika tidak punya uang, larinya ke tetangga untuk pinjam uang. Jika sedang tertimpa kesulitan, larinya ke teman untuk curhat. Iya, kalau mereka mau bantu syukur Alhamdulillah. Lah kalau enggak? larinya mau kemana coba?

Saya jadi teringat sepenggal kisah yang menghantarkan saya untuk menulis hal ini. Iya, memang pada umumnya saya menulis, dariku untuk diriku sendiri. kisah yang sampai detik ini saya masih hafal betul ceritanya, sebab dari kisah sederhana itulah saya belajar banyak hal.

Awal Januari lalu, saya bersama teman yang lain berangkat ke Bandung untuk melakukan penelitian Tugas Akhir. diminggu terakhir kami, batin saya merasa dag-dig-dug, sebab seluruh teman saya sudah selesai mengambil data penelitian. Sedangkan saya belum, bahkan untuk tahu kepastian bisa mengambil data saja saya belum tahu. Coba bayangkan! saya sebagai mahasiswi tingkat akhir tentunya kepikiran dan stres bukan main. lebay

Saya panik, tentu saja. Apalagi hingga 3 hari sebelum berakhir penelitianpun, saya belum juga mendapat kepastian. hingga akhirnya timbul niat saya untuk memperpanjang waktu tinggal di Bandung. Daripada kamu doang satu-satunya yang nggak dapat data rum! ucapku yang semakin memperteguh niatku. 

Memperpanjang tinggal di Bandung, itu berarti cuma saya saja yang tinggal di Bandung, sebab cuma saya yang belum selesai. Saya meringis, sendirian di Bandung? duh, nantinya kamu cari makan sama siapa rum! nantinya kalau mau beli apa-apa sendirian gitu! asrama sebesar itu cuma isinya kamu doang rum! gimana reaksi orangtua mendengar anak gadisnya sendirian di tempat asing! dan gimana-gimana yang lain yang berputar dikepala. Segala kekhawatiran semakin menguap, mengingat Bandung merupakan kota baru untukku. 

Waktu itu saya salah, iya saya salah. ditengah kesulitan yang melilit. saya mencari pertolongan ke manusia, bukan ke Allah. Saya menggantungkan harapan kepada sahabat saya. Saya terlalu percaya diri bahwa sahabat-sahabat saya mau membantu saya untuk menemani saya tinggal di Bandung. rupanya, mereka tidak bisa. mereka memiliki urusan masing-masing yang tidak mungkin ditinggalkan. patah? kecewa? sakit? Oh, itu sudah pasti. Tapi mau bagaimana lagi, saya terlupa bahwasanya saya menggantungkan harapan kepada selain-Nya.

Menemui jalan buntu. saya baru ingat saya lupa ngadu ke Allah. Iya saya telat menyadari, bahwa saya tidak pernah sendirian, ada Allah. Saya memutuskan untuk coba cerita ke Allah!. lantas, setelah menunaikan sholat ashar saya ngadu, ngadu dan cerita panjang lebar sama Allah. Ditengah keputusasaan diri, saya berserah. Saya nggak apa-apa deh kalau tinggal di Bandung sendiri lebih lama, toh saya nggak sendiri ada Engkau! tak mengapa jika saya sendiri saja yang tetap tinggal, tapi teguhkan hati saya ya dan semoga saya kuat. 

Setelah saya meneguhkan hati, bahwa semuanya akan baik-baik saja. saya benar-benar pasrah, saya tidak lagi memaksa teman-teman saya untuk tidak membeli tiket, karena menunggu saya. saya malah berniat untuk menyuruh mereka membeli tiket pulang karena takut kehabisan. Mengingat besok adalah hari terakhir penelitian. 

Hingga berita yang tak disangka terdengar ditelinga saya. Besok, kamu berangkat ke perusahaan X rum untuk ambil data! Illahi, benarkah? sungguh rasanya tidak percaya.Ya Allah, Engkau Maha baik sekali!. Sungguh, saya tidak menyangka, padahal rasanya hal ini tidak mungkin terjadi, besok hari terakhir penelitian dan ternyata dihari terakhir itu kamu jadi berangkat!. Ya Allah, Engkau Maha baik sekali!.

Air mata saya tumpah. saya menangis, saya malu. Allah sudah baik sedemikian rupa tapi kenapa kamu selalu menomer-sekiankan Allah?. mengapa kamu masih saja bergantung kepada selain-Nya? mengapa kamu selalu ingat Allah saat dalam duka dan masa sulit saja, masa suka dan bahagiamu kemana? terlena?. duh Rabbi, maafkanlah hambaMu ini!!

Maka benarlah, jangan berlebihan menaruh harapan. Jangan terlalu tinggi menggantungkan harap jika hanya pada makhluk-Nya. Sebab jika patah, tentulah sakit rasanya. Sebab jika dikecewakan, tentu juga sakit rasanya.

Maka jangan ya, jangan kau terlalu mengandalkan orang lain dalam hidupmu. Jangan terlalu tinggi menggantungkan harapan jika hanya pada makhluk-Nya. Sebab, disanalah akan kita temukan banyak kepedihan ketika kita bergantung kepada selain-Nya. 

Sekali lagi, cukup Allah saja kau gantungkan harapan. Sebab, Allah tak pernah mengecewakkan!. dan Semoga Allah selalu menjadi yang pertama. Aamiin



Yang sedang berjuang



Arum Melati Suci



Wajah mereka sederhana
Penampilan mereka bersahaja
Pun sikap mereka apa adanya
Tapi ada yang bercahaya di sana
Tapi ada yang memancar daripadanya
Tapi ada yang melegakan di dalamnya
:orang-orang sederhana
Pada mereka aku belajar mengeja hidup
-Azimah Rahayu
            Kali ini izinkan saya menceritakan sepenggal kisah sederhana dari orang-orang sederhana. Dari kisah sederhana itulah, saya banyak memetik hikmah. Dari kisah sederhana itulah, saya simpan pelajaran yang teramat dalam. Ya, kisah sederhana dari orang-orang sederhana. Darinya, saya belajar mengeja hidup.

            Kala itu hari Jum’at di penghujung bulan Agustus. Seperti hari Jum’at biasanya hanya ada 1 mata kuliah dan saat siang jam perkuliahan sudah selesai. Seperti biasa, saya pulang ke rumah dengan menggunakan bus. Melewati rute yang juga biasa saya lewati tiap harinya.

            Hari itu bus tampak senggang, tidak padat seperti jam pulang kantor. Jalanan kali ini pun juga cukup ramah karena tidak ada kemacetan yang berarti. Satu-persatu penumpang naik dan turun tiap bus menghampiri halte. dan disepanjang jalan, saya membaca buku yang kebetulan dibawa. Lumayankan untuk mengusir kebosanan.

            Ditengah seriusnya saya membaca buku,-karya penulis azi. Terdengar suara yang mengusik batin saya. Samar-samar saya mendengar suara lantunan ayat suci Al-Qur’an. Batin saya tergugah, siapa ya yang baca Al-Qur’an di bus seperti ini? Saya pun mencari sumber suara tersebut. Dan ternyata suara tersebut berasal dari bocah laki-laki yang usianya jauh lebih muda dari saya. Saya hafal betul ia hanya mengenakan baju koko putih sederhana dengan al-qur’an digenggamannya. Allah, Melihatnya batin saya merasa tertohok.

            Saya hanya bisa melihat lembaran buku yang saya pegang dengan tatapan nanar. Lembaran buku yang saya baca tadi, tidak menarik lagi untuk dibaca. Detik itu, sungguh saya merasa tertampar. Teringat sudah sejauh mana mempelajari Al-qur’annya? Sudah sejauh mana hafalannya? Hari ini, hari Jum’at udah selesai baca Surat Al-Kahfi belum? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menari-nari di kepala saya.

            Saya termenung cukup lama, sungguh. Selama ini saya seringkali memberikan sisa-sisa waktu luang untuk membaca Al-Qur’an. Atau bahkan yang lebih parahnya lagi, karena kesibukan dan banyaknya kegiatan. Saya kerap lupa untuk menyempatkan membaca Al-Qur’an. Astagfirullahaladzim Rum!

             Melihatnya membaca Al-qur’an di bus, saya menyadari bahwa ternyata baca Al-Qur’an itu bukan soal have time. Bukan soal give time. Tapi make time. Kapanpun dimanapun (kecuali di toilet) bisa kok baca Al-Qur’an. Bisa dengan bawa Al-qur’an yang kecil, download Aplikasi Al-Qur’an di playstore, atau bisa juga dengerin murottal Al-Qur'an lewat handphone. Ada banyak cara kok untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an. Tinggal gimana kitanya aja:’)


            Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).

So, Jangan lupa tilawah ya! dan Terimakasih dik, atas pelajaran berharganya!

*Semoga sepenggal kisah sederhana ini bisa bermanfaat. ambil yang baiknya, buang yang buruknya. Sesungguhnya, saya pun masih banyak belajar. Dan kisah ini pun merupakan pengingat bagi saya sendiri.




Yogyakarta, 18 November 2017
Arum, yang baru sempat nulis.
           

           Bayangkan bagaimana rasanya ketika hanya selembar uang yang dipunya tiba-tiba lenyap alias hilang? Panik tentu pasti. Ditambah lagi selembar uang itu digunakan untuk ongkos berangkat ke kampus. Panik, bingung dan segala perasaan campur adukku kala Senin pagi sebelum berangkat ke kampus. Yah bagaimana tidak hanya modal atm yang dipunya dan ironisnya tidak ada bank di dekat rumah. waktu jalan ke halte aku merapal doa.."semoga ada bank dekat halte. Semoga.. semoga ya Allah". Dan ternyata ratusan meter dari halte berdiri sebuah bank. Alhamdulillah, lega sekali rasanya..

            Sepanjang jalan aku berpikir kok bisa ya uangku tiba-tiba hilang. Apa lupa naruhnya, jatoh di jalan, apa ternyata bukan hilang tapi emang beneran nggak ada didompet. Tapi seingatku ada kok beneran uangnya didompet. Hingga tiba-tiba pikiran selintasku yang membuat batinku menohok. Apa jangan-jangan kamunya aja rum yang jarang sedekah. Sehingga Allah “memaksa” menyedekahkan uangmu dengan cara itu. Jleb!

            Sungguh, aku yang jarang sedekah itu memang ada benarnya. Uang kiriman dari bapak-ibu kebanyakan dikeluarkan untuk keperluanku. Selebihnya, jika ada sisa uang disimpan. Duh, lagi-lagi aku terlupa bahwa harta yang dimiliki juga terdapat hak orang lain yang membutuhkan. Sering terlupa pula bahwa uang, harta benda, kekayaan pun dunia dan seluruh semesta ini milik Allah. Maka bisa saja sewaktu-waktu Allah ambil.

            Hari itu, aku tak sengaja juga melihat campaign donasi penggalangan dana untuk korban Rohingya di kitabisa.com yang digagas oleh Muzammil Hasballah. Sejenak aku berpikir apa aku ikut donasi itu ya? Tapi kalau semisal uangku kepotong dan habis, dan aku. Ah! Segala macam pikiran liar dan tapi-tapi yang lain segera ku tepis. Ayok dong buktiin rum kalau Tuhanmu itu Allah bukan uang. Jika uangmu habis, tentunya kau tidak perlu risau bukan? kau kan masih punya Allah. Sang Pemilik Semesta ini. Jadi, kenapa harus ragu?. Bismillah! dengan membulatkan tekad aku keluar dari zona nyamanku. Ikut dalam kegiatan donasi itu.

            Beberapa hari setelah menyumbangkan uang untuk donasi aku jadi deg-degan. Jujur. Soalnya, uang yang kudonasikan adalah jatah uang untuk keperluan makan. Nantinya makan apa ya kalau uangnya beneran habis, gimana buat ongkos kuliah. Dan gimana-gimananya yang lain. Huh, aku menghembuskan nafas dalam-dalam. Yakin rum! Yakin! kalau Allah telah menjamin setiap rezeki manusia. Percaya deh nggak usah khawatir! Kalau soal nggak ada duit buat makan ya tinggal puasa aja!. Kataku menyemangati diri sendiri.

           Sepekan kemudian. aku hafal betul waktu itu hari Minggu. Hari itu aku dibuat heran karena saudaraku yang bekerja dan tinggal di Papua tiba-tiba saja mengunjungiku. Iya aku terheran, untuk bertemu dengannya saja hanya pas momen lebaran idul fitri sekali dalam setahun. pun kalau dianya pulang ke Jogja, kalau dia tidak pulang? ya tidak ketemu. Ini tidak ada hujan tidak ada angin dia datang menjengukku. Dan yang membuatku makin terheran lagi sekaligus terpana adalah saudaraku datang dengan membawa seplastik besar makanan dan oleh-oleh, juga amplop yang berisikan uang untukku! Ya Allah Ya Rabbi...

            Pada detik itu aku sungguh terpana sekaligus haru. Bagaimana tidak? aku yang niat sedekahnya masih mencoba ikhlas, aku yang masih mengumpulkan kekuatan untuk menepis segala keraguan yang acapkali singgah. Aku yang shalat dhuhanya yang kadang hari itu iya, kadang tidak. Masih sesempatnya waktuku lenggang. Diberi balasan seperti ini, secepat ini? Allah engkau sungguh maha baik sekali.

            Kuhitung uang dan seplastik makanan juga barang oleh-olehnya kutafsir melebihi dari uang yang kuberikan untuk donasi itu. uang yang diamplop tersebut jumlahnya sama persis dengan uang yang kuberikan untuk donasi. Dari sini aku semakin yakin bahwa Allah Maha Kaya, Allah Maha Tahu segalanya kebutuhan kita. Jangan segan-segan untuk memberikan sesuatu yang kita miliki untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Sebab matematika Allah itu beda dengan matematika manusia, jika 10-1= 9 dalam matematika manusia. Belum tentu dengan matematika Allah, bisa jadi nilainya 19. Sebab, Bersedekah pada dasarnya tak akan membuat kita miskin. Malah bisa jadi ada banyak keberkahan dan keajaiban yang terjadi di hidup kita kalau kita bersedekah. Bersedekah pun bisa menjadi bentuk syukur kita pada Sang Pemberi Rezeki Kehidupan.

            Dari Abu Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda“Tidaklah harta menjadi berkurang kerana sedekah, dan tidaklah seseorang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kehormatan kepada dirinya; dan seseorang tiada bersikap merendah diri kerana Allah , melainkan ia akan diangkat darjatnya oleh Allah .”( HR Muslim dan Tirmidzi )


            *Semoga sepenggal kisah ini dapat bermanfaat. ambil yang baiknya, buang yang buruknya. Tulisan ini hanya untuk pengingat untuk saya sendiri. Sungguh, sayapun masih banyak belajar. 



Yogyakarta, 08 Oktober 2017
Arum, di tengah waktu senggang setelah UTS

              Kurang lebih setengah tahun aku tidak menjamah tempat yang biasa ku sebut dengan rumah. hingga rindu yang kutabung kian membuncah seiring dengan berlalunya hari demi hari. Dan tibalah hari yang benar-benar kunanti. Libur!-yang artinya saatnya pulang kerumah. Dengan tas ransel berisikan baju, sedikit oleh-oleh untuk Bapak Ibu, juga 2 buah buku-teman mengusir bosan saat diperjalanan. Aku menempuh perjalanan untuk pulang ke rumah. Memotong jarak yang terhampar luas
.
            Aku terlonjak kaget ketika memasuki gang rumahku. Bangunan yang berdiri sejak lama sudah dirombak bahkan beberapa ada yang dibongkar dan digantikan dengan bangunan yang lain. Beberapa anak kecil yang dulu tingginya hanya sepinggangku kini tingginya hampir menyamaiku atau bahkan menyaingiku!. Ah. sudah berapa lamanya aku tak kembali? Hingga aku tak tau banyak perubahan disana-sini.

            Sejujurnya aku bernafas lega. Sebab, rumahku tak ada perubahan yang berarti. Sepertinya ibu mempertahankan keasliannya. Bapakku pun masih sama sukanya menantiku di teras rumah. hari itu juga kujumpai ia menungguku, ditemani dengan segelas air putih-minuman kesukannya. Ibupun juga sama halnya dengan Bapak. Tak banyak berubah. Ibu yang selalu memasakan makanan kesukaanku ketika aku datang. Ia yang selalu mengkhawatirkan anak gadisnya. Ya, ia selalu sama. Tidak pernah berubah. Selain kerut wajah yang kian nampak dan rambut yang kian memutih akibat umur yang kian bertambah. Selain itu, Ibu dan Bapak masih sama seperti dulu. Masih sama selalu mencintaiku.


            Sejak dua tahun lalu aku memutuskan untuk pergi menimba ilmu di kota pelajar, kini aku menjadi paham arti rumah sebenarnya. Aku menjadi paham, mengapa banyak orang rela bermacet ria ketika mudik lebaran. Aku menjadi begitu paham, mengapa orang dengan sukarela mengeluarkan uang yang boleh dibilang tidak sedikit untuk membeli sebuah tiket. Ya, karena akupun merasakannya. Aku merasakan bagaimana menunggu hari dimana aku bisa pulang ke rumah, membabat habis rindu tiap kali muncul sampai hari itu tiba. Akupun merasakan, bagaimana menempuh perjalanan panjang hanya untuk berjumpa. Semua itu dilakukan. Sebab, karena satu alasan. Bertemu dengan orang yang terkasih di rumah. dan segala penat dan peluh menguap begitu saja, ketika yang dirindukan menyambut dengan senyuman yang hangat.

Karena sejauh apapun kaki ini melangkah, ia akan tahu kemana harus pulang. Dan tempat itu bernama rumah.
Dan aku selalu merindukan rumah, dengan segala kesederhanaanya.

Tangerang, 19 Agustus 2017



Arum Melati Suci



                   Jika ada yang bertanya, siapa perempuan tangguh yang aku kenal? Maka dengan lantang aku menjawab Ibu! Ibu merupakan sosok perempuan paling tangguh, kuat dan mandiri yang pernah aku kenal. Ia tak pernah mengeluh apalagi mengatakan lelah, sebetapa banyak apapun peluh perjuangan yang Ibu keluarkan.

                Ibu bisa menjelma jadi apapun. Ia bisa jadi koki handal yang memasak makanan untuk kami. Ia pun bisa menjelma sebagai perawat yang merawat aku atau ayah ketika jatuh sakit. Ia bahkan dengan rela menggadaikan waktu tidurnya untuk merawat kami. Iya, memang Ibu setangguh itu. tak hanya itu, Ibupun bisa menjelma sebagai Desainer, memilihkan baju mana yang paling cocok dikenakan kami. Pun dengan kemampuan menjahitnya, Ia sering membuatkan baju untukku. Jangankan, selain pekerjaan rumah yang bisa Ibu lakukan. Ibu bahkan bisa memanjat atap rumah untuk membetulkan atap yang bocor, memasang bola lampu, membenarkan air PAM kami yang kadang mati dan bahkan aku pernah juga melihatnya ikut membenarkan listrik yang konslet. Aku pun seringkali terheran, Pekerjaan apa coba yang tidak bisa ibu lakukan?

“Meskipun pekerjaan ini umumnya dilakukan laki-laki. Tapi perempuan pun harus bisa sedikit melakukannya Arum.” Katanya sambil memancing air keluar dari dalam jet pump.

“Jadi perempuan jangan seringkali merepotkan lelaki Arum!. Kalau nanti keadaan memaksamu untuk melakukannya sendiri. Bagaimana?” tambahnya mengingat hari itu air tidak bisa menyala sejak pagi dan cuma ada aku dan Ibu di rumah.

Ah perempuan tangguh itu, darinya aku banyak belajar.

               Sampai detik ini, ketika usiaku sudah menginjak duapuluh tahun. ibu masih menjadi sosok yang selalu mengkhawatirkan anak gadisnya. Ia masih sering menelpon sekedar menanyakan apakah aku makan dengan baik?, Apakah aku dalam keadaan sehat?, Mengingatkanku untuk tidur jangan terlalu larut. Ia pun masih seringkali khawatir jika aku sering berpergian jauh sendiri. Padahal seharusnya akulah yang mengkhawatirkan dan memperhatikan ibu.

               Lalu apa yang bisa aku berikan untuk ibu? Sepertinya tak ada satu hal pun di dunia ini yang setimpal dengan apa yang sudah ia lakukan. Ditambah ia tak pernah meminta apapun dariku. Ia tak pernah mengutarakan ketertarikannya pada apapun.

            Hingga pernah suatu hari. Tangisku pecah, karena aku merasa belum bisa membahagiakan Ibu. Seringkali merepotkannya dan menjadi salah satu penyebab kekhawatirannya. Aku meminta maaf sebab aku merasa belum bisa membahagiakannya, namun sejurus kalimat jawaban Ibu, yang aku hafal betul membuat hatiku teriris.

Jangan memikirkan kebahagian Ibu, Arum. Pikirkan saja kebahagianmu. Karena kebahagianmu adalah kebahagian Ibu juga!.


        Allah Ya Rabbi. Bisa-bisanya Ibu hanya memikirkan kebahagianku?. Batinku meringis mendengarnya. Sejak itu aku bertekad, untuk selalu menampakkan binar kebahagian di depannya. Untuk selalu membagi kebahagianku pada Ibu dan Ayah. Sebab, sumber kebahagian Ibu itu Aku. 
Dear mom, thanks for always being there for me, loving me, and care for me. No one can replace you in my deepest heart

Terimakasih untuk segala perjuanganmu yang menganggumkan itu Bu! Sungguh tak ada kata yang sebanding untuk menggambarkan rasa terimakasih padamu, yang membesarkanku tanpa lelah ini!. Duhai Allah, Izinkan aku menjadi perantara kebahagian Ibu dan Ayahku di dunia dan di akhirat Ya Rabb. Aamiin Allahuma aamiin

Keridhoan Allah tergantung pada keridhoan orangtua dan kemurkaan Allah tegantung pada kemurkaan orangtua. -H.R Tirmidzi

Sebab keridhoan Allah terletak pada ridhonya orangtua. Maka jangan sesekali membuat hati orangtua terluka ya! *Notetomyself



Yogyakarta, 29 Juni 2017




Arum Melati Suci