Ummu Sulaim Ra. adalah seorang wanita dari kaum Anshor. Beliau termasuk generasi awal yang menerima dakwah Islam. Ketika memeluk Islam, beliau bersuamikan Malik bin Nadzar yang masih musyrik, pintu hatinya tertutup dari hidayah sehingga kondisi tersebut menyebabkan keduanya bercerai. Ini adalah cobaan pertama atas kekuatan ’cinta’ Ummu Sulaim Ra terhadap agama barunya. Cintanya kepada Alloh swt dan Rasul-Nya Ia anggap jauh lebih berharga daripada cintanya kepada Suaminya, walaupun sang suami adalah belahan jiwa, dan ayah bagi putra Tunggalnya. Akhirnya Malik pun pergi meninggalkan sang istri -Ummu Sulaim Ra- dan juga kota Madinah.
Sikap Malik ini mengingatkan kita pada Hadits Rasul Saw, ”Sesungguhnya Madinah itu ibarat Tungku pandai besi, ia akan mengeluarkan orang-orang buruk yang ada didalamnya sebagaimana tungku menghilangkan karat pada besi.” Tentu kejadian ini membuat Ummu Sulaim Ra teramat sedih, tetapi disisi lain justru peristiwa ini menjadikan Ummu Sulaim Ra semakin kokoh melangkah di jalan Alloh Swt.
Ia kemudian berkata lagi, “Aku tidak akan menikah sampai Anas dewasa.” Kebaikan Ummu Sulaim diungkapkan Anas bin Maalik pada sebuah majelis, “Semoga Allah membalas jasa baik ibuku yang telah berbuat baik padaku dan telah menjagaku dengan baik.” Ummu Sulain menyerahkan si jantung hatinya, Anas, sebagai pelayan di sisi seorang pengajar manusia dengan segala kebaikan, yakni Rasulullah SAW.
Lalu Rasulullah menyambutnya hingga sejuklah kedua mata Ummu Sulaim. Hari terus berganti. Orang-orang pun memperbincangkan Anas bin Malik dan ibunya dengan penuh kekaguman dan penghormatan. Kemuliaan dan kebaikan Ummu Sulaim terdengar di telinga Abu Thalhah, seorang hartawan di zaman itu.
Dengan penuh cinta dan kekaguman sehingga ia berusaha untuk meminang Ummu Sulaim. Abu Thalhah pun melamar Ummu Sulaim dengan mahar yang mahal sekali. Namun, lamaran itu ditolak Ummu Sulaim. “Tidak sepantasnya aku menikah dengan seorang musyrik. Tidakkah engkau mengetahui wahai Abu Thalhah, bahwa sesembahan kalian itu diukir oleh seorang hamba dari keluarga si Fulan. Sesungguhnya bila kalian menyalakan api padanya pastilah api itu akan membakarnya.”
Terasa sempitlah dada Thalhah. Ia pun pergi dan hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat dan dengar. Namun cintanya yang tulus membuat Thalhah kembali datang dengan mahar yang paling istimewa. Dengan harapan Ummu Sulaim bisa luluh dan mau menerimanya.
Sebagai da’iah yang cerdas, Ummu Sulaim tak silau dengan harta, kehormatan, dan kegagahan. Lalu ia berkata dengan santun, “Tidak pantas orang yang sepertimu akan ditolak wahai Abu Thalhah. Akan tetapi engkau seorang kafir sedang aku seorang Muslimah yang tidak pantas bagiku untuk menikah denganmu.”
Lalu Abu Thalhah berkata, “Itu bukan kebiasaanmu.” Ummu Sulaim berkata, “Apa kebiasaanku?” Ia berkata, “Emas dan perak.” Ummu Sulaim menjawab,”Sesungguhnya aku tidak menginginkan emas dan perak, akan tetapi aku hanya inginkan darimu adalah ‘Islam’.”
Abu Thalhah lalu berkata, “Siapakah orang yang akan membimbingku untuk hal itu?” Ummu Sulaim berkata, “Yang akan mengenalkan hal itu adalah Rasulullah SAW.” Pergilah Abu Thalhah menemui Nabi SAW. Ketika itu Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya.
Saat melihat Abu Thalhah, Nabi SAW bersabda, “Telah datang kepada kalian Abu Thalhah yang nampak dari kedua bola matanya semangat keislaman.” Lalu Abu Thalhah datang dan mengabarkan apa yang telah dikatakan oleh Ummu Sulaim terhadapnya. Abu Thalhah pun ahkhirnya menikahi Ummu Sulaim dengan mahar yang telah dipersyaratkannya, yakni Islam.
“Tsabit seorang perawi hadits berkata, dari Anas RA, “Tidaklah aku mendengar ada seorang wanita yang lebih mulia maharnya dari pada Ummu Sulaim yang mana maharnya adalah al-Islam.”
0 komentar:
Posting Komentar